Tribun Pekanbaru - Rabu, 29 Desember 2010 18:04 WIB
Kaget, geli, atau tertawa adalah sebagian respons yang normal pada
saat seseorang tergelitik. Ternyata, respons terhadap gelitikan juga
merupakan pelajaran awal untuk mempertahankan diri kita. Bagaimana bisa?
Pada
1984, seorang psikiater dari University of Iowa, Donald Black, mencatat
bahwa banyak bagian tubuh yang merupakan titik lemah dalam perkelahian,
seperti leher dan rusuk. Menurut Black, titik-titik tersebut juga
merupakan bagian yang ingin kita lindungi saat digelitik. Sehingga, saat
kita masih anak-anak dan suka saling menggelitik, kita sebenarnya
belajar secara alamiah untuk melatih refleks dan melatih kemampuan
mempertahankan diri.
Beberapa ilmuwan juga
menyatakan saling menggelitik merupakan upaya membangun ikatan
persahabatan atau kekeluargaan. Orang tidak bisa merasa geli ketika
menggelitik diri sendiri. Meskipun bisa menggelitik orang asing, tapi
nyaris tidak mungkin dilakukan karena bakal dianggap aneh.
Robert
R Provine, ahli syaraf dari University of Maryland dan pengarang buku
Laughter: A Scientific Investigation, menyatakan menggelitik adalah
bagian dari mekanisme ikatan sosial antar kawan serta membantu membentuk
hubungan antara anggota keluarga.
Orangtua
menggelitik bayinya selama si bayi merespons dengan tertawa. Namun saat
bayi merasa terganggu, mereka akan berhenti menggelitik. “Ini adalah
salah satu bentuk awal komunikasi antara bayi dan pengasuhnya,” ujar
Provine.(*)